Profesi EO di Tengah Mobilitas Tinggi
Saya ingat betul hari itu: saya berdiri di belakang panggung, mengatur tata lampu dan mengecek sound system untuk acara konser amal. Waktu terus berdetak—rangkaian presentasi vendor, jadwal performer, dan rundown yang harus selesai tepat pukul tujuh malam. Sebagai event organizer, kewajiban saya adalah tetap produktif , meski jadwal sudah melebihi kapasitas. Setelah seharian berkutat dengan proposal, menyiapkan slide promosi, dan berkoordinasi lewat laptop, tiba-tiba saya merasakan sesuatu yang ganjil. Pandangan terasa Sepet —seperti ada lapisan kabut tipis menutupi layar. Saya tarik napas dalam, berharap lega. Namun, bukan cuma itu: setiap kedipan terasa Perih , seperti ujung jarum menyentuh kelopak. Malamnya, saat sinar lampu panggung mulai meredup, mata saya cekatan menunjukkan rasa Lelah yang tak biasa. Saya terdiam, menyadari: ini bukan capek biasa. Saya sempat menyepelekan. “Ah, mungkin kurang tidur tadi malam,” ujar saya pada diri sendiri. Tapi begitu gejala itu datang ...